9 November 2010

Ke Perbatasan Timur Indonesia Lewat Hutan Rawa

“Eh, jangan lupa nanti beliin rokok satu slop buat kita kasih ke tentara yang jaga di perbatasan ya...” kata Pak Meldy saat kami tengah berhenti di salah satu pom bensin untuk mengisi BBM.

Hari itu hari Minggu, 12 September 2010, bertepatan dengan 3 hari pascalebaran Idul Fitri, saya dan teman-teman sesama karyawan PT. MedcoPapua berekreasi bersama menuju distrik Sota, lokasi tugu perbatasan wilayah Indonesia dengan Papua New Guinea (PNG). Kami 13 orang dalam 2 mobil bertolak dari mes karyawan di jalan Mandala-kota Merauke, dengan membawa perbekalan minuman kaleng dan beberapa makanan ringan, seperti kacang dan kue-kue sisa lebaran Idul Fitri.

Jam menunjukkan setengah satu siang. Mobil ranger double cabin yang saya kendarai mulai meluncur membuntuti Kijang Innova yang dikendarai Pak Bob. Di salah satu toko di pinggir jalan, kami berhenti untuk belanja perbekalan tambahan, seperti air minum dalam kemasan dan belanja rokok untuk oleh-oleh tentara di perbatasan. “Tin... tin...” Pak Bob ngasih kode klakson untuk segera berangkat lagi. “Sudah? Gak ada barang yang ketinggalan nih?” Saya pun mulai tancap gas mengikuti Kijang Innova yang meluncur duluan.

“Yuhuu...” begitu teriakan teman-teman yang berada di cabin belakang, saat ranger yang saya kendarai melintas di jalanan aspal bergelombang. Ari, teman saya berkomentar, “Wah bawa mobilnya jangan seperti bawa kuda dong...” Serentak kami pun terbahak-bahak mendengar celetuknya. Jalan yang kami lewati bak menembus belantara rawa di sepanjang jalur lintas menuju perbatasan timur negeri ini.

Pohon bus, ecaliptus, kayu putih, dan tumbuhan rawa lainnya tampak mendominasi pemandangan di sisi kiri-kanan jalan. Jalur ini boleh dikatakan sepi dari kendaraan yang lewat. Hanya satu dua mobil tampak melintas. Sesekali kami berpapasan dengan pengendara sepeda motor yang hendak berburu, dengan senapan dan busur panah terselendang di punggungnya.

Mendekati pintu masuk kawasan Taman Nasional Wasur, saya memperlambat laju kendaraan. Di depan tampak sejumlah mobil berjejer, berhenti hingga separuh jalan. Sepertinya suasana libur pascalebaran banyak dimanfaatkan warga untuk mengunjungi lokasi wisata. Salah satunya ke kawasan taman nasional itu.

Kira-kira 40 menit lagi kami akan sampai di distrik Sota. “Pelan-pelan,” ucap teman saya, “di depan ada pertigaan.” Pedal gas perlahan saya lepas dan mengarahkan mobil ke kanan menuju distrik Sota.

Begitu tiba di distrik Sota, kami harus melapor dan memberikan identitas, biasanya berupa KTP ke petugas TNI yang jaga di pos penjagaan perbatasan (border post) RI – PNG. “Oya, itu rokoknya mau sekalian kita kasih sekarang ke tentara?” usul saya. “Nanti saja pas pulangnya. Sekalian kita ngambil KTP,” ujar teman saya. Usai melapor, kami bergegas menuju lokasi tugu perbatasan yang jaraknya tak jauh dari pos ini.

Sebelum memasuki area tugu perbatasan, terdapat sebuah gapura bertuliskan “GOOD BYE AND SEE YOU AGAIN ANOTHER DAY – IZAKOD BEKAI IZAKOD KAI,” dengan lambang burung garuda di atasnya. Gapura itu tampak gagah berdiri, menyambut kedatangan para pengunjung perbatasan.

Cuaca cerah dan matahari terasa sangat terik menyengat kulit. Bulir keringat mulai membasahi tubuh. Sejenak kami mencari tempat untuk berteduh di bawah salah satu pohon. Area tugu perbatasan ini dikelilingi oleh taman-taman penuh bunga yang terawat dengan baik. Pagar-pagar dan tempat duduk dihiasi cat berwarna merah-putih, menggambarkan bendera Indonesia. Nuansa nasionalisme begitu terasa di tempat ini, meski lokasinya berada jauh ribuan kilometer dari pusat pemerintahan di Jakarta.

Tak banyak yang kami lakukan di tempat ini. Seperti halnya para pengunjung yang lain, kami juga berfoto-foto dan berjalan-jalan seputar area tugu perbatasan. Secara kebetulan, kami juga bertemu dengan rombongan Pak Syam dan keluarganya. Mereka lantas mengajak kami untuk bergabung makan-makan bersama di bawah kerindangan pohon.

Untuk mencapai tugu perbatasan RI – PNG yang berada di distrik Sota ini cukup mudah. Yaitu menggunakan jalur darat, bisa dengan mobil atau kendaraan roda dua (sepeda motor). Kalau tak ingin repot, sebaiknya Anda membawa kendaraan sendiri. Pasalnya, kendaraan umum ke distrik Sota sangat terbatas. Dan jika berangkat dari kota Merauke, bisa dicapai dalam waktu tempuh dua setengah hingga tiga jam.

Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Namun matahari masih terasa terik saja. Kami bersiap untuk pulang ke kota Merauke. Kali ini kunci ranger saya berikan ke Ari. “Udah bawa lagi saja mobilnya,” katanya. “Gak ah, saya pingin jadi penumpang sekarang.” Kami pun segera masuk ke cabin belakang.

“Wah, pantesan giliran saya yang nyetir,” tutur Ari, “gak tahunya matahari bikin silau mata.”

Tak lupa kami mampir lagi ke pos penjagaan perbatasan, yang dijaga oleh TNI itu. Sambil memberikan oleh-oleh berupa rokok dan mengambil KTP tadi, kami juga menyempatkan untuk berfoto bersama tentara-tentara yang tampak ramah itu. Ranger kembali menapaki jalanan aspal bergelombang menuju jalur pulang ke arah kota Merauke.
---***---
Merauke, Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar