Pernahkah di antara pembaca yang budiman memberikan uang sumbangan kepada orang-orang yang suka membawa kotak sumbangan amal, entah itu berupa sumbangan untuk pembangunan mesjid atau pesantren, maupun kotak sumbangan untuk kegiatan sosial lainnya?
Dan percayakah bahwa uang sumbangan yang kita berikan itu akan dipergunakan dengan baik sebagaimana tulisan yang tertera pada kotak amal tersebut: “Sumbangan untuk pembangunan mesjid dan pesantren” atau “Sumbangan untuk yatim-piatu?”
Beberapa tahun kebelakang, saya sering jalan-jalan menelusuri sudut-sudut kota Bandung. Suatu hari saya berkunjung ke kawasan Tegal Lega – yang saat itu menjadi tempat penampungan sementara bagi pedagang pakaian bekas (Cimol, ala Tegal Lega). Ya biasalah kalau lagi ada duit, hunting kaos atau jaket bekas merk terkenal.
Udara cukup panas saat itu. Selain karena keadaan kios yang saling berdekatan, ramainya orang yang berbelanja hingga berdesakan semakin membuat kondisi tak nyaman. Tubuh berkeringat dan kerongkongan terasa kering. Saya pun pergi mencari tukang jualan teh botol. Warung kecil itu terletak di pojokan dekat WC umum. Tak apalah, meski lingkungannya kumuh dan menyebarkan bau tak sedap dari arah WC umum itu, saya menyempatkan duduk sebentar sambil menyeruput teh botol. Pandangan saya tertuju pada dua orang yang masing-masing menenteng satu kotak amal. Saya terus memperhatikannya. Mereka berdua berpakaian seperti yang diterangkan di atas.
Sungguh kelihatan aneh gelagat mereka berdua itu. Saya jadi curiga dan merasa ingin tahu lebih lanjut tentang perilaku mereka. Astaga, mereka dengan cuek-nya membuka kunci gembok kotak amal itu! Seorang dari mereka melirik ke arah saya. Aduh, kok saya merasa ketakutan begini. Sejenak saya berpaling ke arah lain. Tapi saya jadi penasaran dibuatnya. Saya pun pergi beranjak. Dengan berpura-pura meminjam korek pada seorang pedagang pakaian – membuat jarak agak dekat dengan kedua orang itu. Kini makin jelas perbuatan mereka. Dengan kunci yang mereka punya, gembok pun terbuka dengan mulusnya. Beberapa lembar uang kertas ribuan dan recehan uang logam itu sekarang terhampar pada sebuah meja. Salah seorang dari mereka lantas menghitungnya dan membagi uang itu dengan temannya. Kotak amal bertuliskan: “Sumbangan untuk pembangunan mesjid” itu mereka tutup dan menguncinya kembali.
Sepulangnya dari kawasan Tegal Lega itu, saya pun menceritakan kejadian tersebut pada kawan-kawan saya. “Wah, itu mah penipuan gaya baru,” komentar kawan saya. Penipuan gaya barukah?
---***----